“Shaf masjid mengalami kemajuan...”
“Bapak-bapak mengecat pagar, ibu-ibu lagi
bikin kue, anak-anak main petasan, remajanya nongkrong-nongkrong, sementara
kakek-kakeknya tinggal di rumah mengurut betisnya yang sakit”. Kata seorang da’i ketika mengisi
ceramah.
Kalimat tersebut seringkali terdengar di mimbar-mimbar ceramah ketika
usia ramadhan telah menginjak 10 hari terakhir. Suatu hal yang sangat lumrah
dan (hampir) terulang tiap tahunnya. Jamaah masjid mulai berkurang seiring
bertambahnya malam-malam ramadhan. Seakan-akan para jamaah masjid telah berubah
menjadi jamaah pasar dan mall. Tarwih yang sebelumnya dilaksanakan di masjid
berganti menjadi ‘tarwih keliling-keliling pasar’.
Pemandangan tersebut bukanlah tanpa sebab. Jika 20 hari lamanya jamaah
disuguhi dengan wasiat-wasiat amal shalih dari para penceramah, seakan menguap
begitu saja, ketika virus ‘demam baju baru’dan ‘demam mudik’ sudah mulai
menyebar.
Memang, tidak semua yang ikut-ikutan. Akan tetapi, realitas umat
memperlihatkan demikian. Akhir ramadhan pelabuhan, stasiun, terminal dan
mungkin juga bandara menjadi ramai. Setelah pasar, mall dan pusat perbelanjaan
telah ramai lebih dulu.
Fenomena ‘demam baju baru’bukanlah sebuah cela. Sebab Allah sendiri
menyuruh kita untuk memakai pakaian yang baik dan benar. Akan tetapi, yang bisa
menjadi cela adalah jika demam itu membuat imanmenjadi down alias luntur dan semangat beribadah selama
bulan ramadhan tidak lagi on-fire.Karena bisa jadi, fenomena berburu
‘baju baru’ di hari-hari terakhir ramadhan adalah indikator bahwa madrasah
ramadhanbelum diikuti secara sempurna sesuai Standar Operasional Prosedur yang
telah ditentukan. Yang akhirnya, tujuan ‘takwa’ belum bisa dipenuhi oleh setiap
alumninya.Padahal, tujuan dari madrasah ramadhan adalah membentuk individu bertakwa
yang selanjutnya membangun ‘masyarakat takwa’.
Pakaian Takwa
Takwa secara bahasa dari kata waqa-yaqi-wiqaayatan, yang
artinya ‘pelindung atau penghalang’. Karena takwa melindungi dan menghalangi pemiliknya
dari api neraka. Dan pelindung itu ada dua. Melaksanakan perintah Allah, dan
menjauhi segala larangannya. Takwa juga memiliki keterkaitan dengan kata qawa-yaqwi-quwwatan
yang artinya kekuatan. Karena takwa adalah kekuatan yang muncul dalam hati
untuk mendorong manusia bangkit dari tempat tidurnya memenuhi panggilan adzan
subuh. Dan takwa pula yang mendorong manusia untuk meninggalkan seteguk khamr
yang sudah berada diujung bibir.
Takwa terletak di hati. Kata Nabi shallallahu alaihi wasallam, “at-Takwa
haa hunaa”, takwa itu disini (sambil memegang dada beliau). Takwa bukan
terlihat dari tingginya pundak saat shalat. Atau letihnya badan saat puasa.
Akan tetapi takwa adalah apa yang mengakar dalam dada dan dibenarkan dengan
amal, kata Hasan al-Bashri.
Kita memahami sebagai seorang muslim bahwa setiap sesuatu hendaknya
diukur tidak hanya dari kaca mata fisik. Akan tetapi melampaui apa yang berada
di balik dari hal-hal fisik.Kita mengukur kebenaran dan kebaikan berdasarkan
standar yang tepat terhadapnya. Karena ilmu seorang muslim melingkupi hal-hal
fisik, metafisik, dan hal ghaib.
Seseorang yang melihat kehidupan tidaklah hanya dinilai dari hal-hal
materi, akan tetapi nilai non-materinya-lah yang menentukan bagaimana ia
seharusnya disikapi. Prof. Hamka pernah menulis bahwa, “sepuluh ekor kerbau
pedati yang sama besar, berat dan kuatnya akan sama harganya. Akan tetapi
sepuluh orang manusia, yang sama besar, berat, dan kuatnya akan berbeda harga
dan kualitasnya”. Karena yang menentukan kualitas diri seseorang bukan pada hal-hal
nampak saja, akan tetapi apa yang ada dalam hatinya. Di situlah takwa berfungsi
mengurut derajat manusia.
Seorang muslim juga akan selalu mengaitkan hal-hal fisik dengan
hal-hal metafisik atau ghaib. Penilaiannya bukan hanya pada apa yang nampak. Karena
ilmu berasal dari indera, akal dan wahyu. Seperti itulah insan ulil albab.
Pakaian, bagi seorang muslim bukan hanya pakaian tubuh, akan tetapi
juga pakaian ruhani. Dan keduanya saling melengkapi.Baju Baru di hari lebaran, tidak
ada ketentuan akan bentuk, motif dan warnanya. Setiap muslim bebas memilih
sesuai pandangan yang menurut mereka indah dan pantas. Yang penting adalah batasnya
sesuai pada apa yang disebutkan oleh syariat, seperti: bagi laki menutup aurat dari
pusar hingga lutut, bagi wanita seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan,
tidak memperlihatkan lekuk tubuh, tidak tipis sehingga transparan dan
memperlihatkan warna kulit, bukan terbuat dari sutera atau emas bagi laki-laki,
tidak meniru pakaian yang menjadi ciri khas orang kafir dan bukan merupakan
pakaian syuhrah (pakaian kemasyhuran) yang menyelisihi kebiasaan (‘urf)
masyarakat setempat dan mengundang pergunjingan atau buah bibir banyak orang,
baik yang terlalu mewah, maupun yang terlalu jelek yang dikenakan sengaja untuk
terkenal.
Pakaian adalah salah satu nikmat Allah, dalam QS. Al-A’raf: 26 Allah
berfirman,
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa pakaian adalah diantara karunia Allah
yang berfungsi sebagai penutup aurat, melindungi dari dingin, panas, debu dan
melindungi diri dalam pertempuran (baju besi).
...dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (QS. An-Nahl: 81)
Karena
seorang muslim tidak hanya mengukur ‘keindahan’ pada apa yang tampak, maka ada
pakaian yang membalut tubuh, terlihat secara dzhahir dan ada pula pakaian yang membalut
unsur ruhani.
Seorang
muslim dibolehkan memperhatikan keindahan yang nampak pada tubuhnya. Tapi jauh
lebih penting dari itu adalah apa yang menutup ruhaninya. Dalam ayat di atas, islam juga
menjelaskan bahwa pakaian yang terbaik dikenakan bagi ruhani adalah pakaian takwa.Bahkan pakaian itu sesungguhnya jauh
lebih baik.
Dalam
tafsir as-Sa’di, disebutkan bahwa pakaian ketakwaan itu lebih baik, sebab
pakaian takwa tidak akan lusuh dan hancur, sehingga akan meperindah hati dan
ruhnya. Adapaun pakaian tubuh, paling bermanfaat tatkala digunakan untuk
menutup aurat yang tampak pada waktu tertentu atau menjadi perhiasan bagi
manusia, tidak ada manfaat selain itu. Adapun seseorang yang tidak memiliki
pakaian ketakwaan, aurat batinnya akan tersingkap sehingga ia akan mendapatkan
kehinaan dan keburukan.
Apa
itu pakaian takwa? Ibnul Anbari menyatakan “pakaian takwa adalah rasa malu”.
Ibnu Abbas menyebutkannya sebagai amalan shalih. Urwah Bin Zubair menyebutkan
sebagai ‘rasa takut kepada Allah’, sementara Abdurrahman bin Zaid Bin Aslam
berkata bahwa pakaian takwa adalah takwa itu sendiri kemudian beramal dengan
menutup auratnya.
Di hari lebaran, banyak umat muslim yang mengenakan pakaian baru. Baju,
celana, sandal, atau mungkin kerudung yang baru. Semua itu tentu bukanlah larangan,
karena Allah sendiri menyukai kebersihan dan keindahan. Hanya saja tidak cukup
sampai di situ. Sebab ramadhan sepatutnya menjadi mesin fabrikasi yang
menganyam pakaian terbaik kita. Pakaian yang akan kita pakai 11 bulan
setelahnya. Pakaian yang ditenun benangnya dari qiyaam, kainnya dari shiyaam.Serta
modalnya dari zakat fitrah. Motifnya adalah tilawah al-Qur’an. Bagaimana
hasilnya ?. Sesuai kualitas benang, kain, modal dan motifnya.Dan itulah pakaian
terbaik yang tak akan lusuh. Pakaian yang akan dipakai di hadapan Tuhan di hari
perhitungan.
Dengan demikian, sebaik-baik baju di hari lebaran adalah baju takwa,
sebaik-baik celana adalah celana takwa, sebaik-baik sandal adalah sandal takwa,
dan sebaik-baik kerudung adalah kerudung takwa. Dan di atas semua itu,
sebaik-baik pakaian adalah takwa.Wallohu a’lam bi as-Shawaab.