Kamis, 09 Juli 2015

Baju Takwa Di Hari Lebaran



Oleh: Syamsuar Hamka*

“Shaf masjid mengalami kemajuan...”
“Bapak-bapak mengecat pagar, ibu-ibu lagi bikin kue, anak-anak main petasan, remajanya nongkrong-nongkrong, sementara kakek-kakeknya tinggal di rumah mengurut betisnya yang sakit”. Kata seorang da’i ketika mengisi ceramah.

Kalimat tersebut seringkali terdengar di mimbar-mimbar ceramah ketika usia ramadhan telah menginjak 10 hari terakhir. Suatu hal yang sangat lumrah dan (hampir) terulang tiap tahunnya. Jamaah masjid mulai berkurang seiring bertambahnya malam-malam ramadhan. Seakan-akan para jamaah masjid telah berubah menjadi jamaah pasar dan mall. Tarwih yang sebelumnya dilaksanakan di masjid berganti menjadi ‘tarwih keliling-keliling pasar’.

Pemandangan tersebut bukanlah tanpa sebab. Jika 20 hari lamanya jamaah disuguhi dengan wasiat-wasiat amal shalih dari para penceramah, seakan menguap begitu saja, ketika virus ‘demam baju baru’dan ‘demam mudik’ sudah mulai menyebar.

Memang, tidak semua yang ikut-ikutan. Akan tetapi, realitas umat memperlihatkan demikian. Akhir ramadhan pelabuhan, stasiun, terminal dan mungkin juga bandara menjadi ramai. Setelah pasar, mall dan pusat perbelanjaan telah ramai lebih dulu.

Fenomena ‘demam baju baru’bukanlah sebuah cela. Sebab Allah sendiri menyuruh kita untuk memakai pakaian yang baik dan benar. Akan tetapi, yang bisa menjadi cela adalah jika demam itu membuat imanmenjadi down  alias luntur dan semangat beribadah selama bulan ramadhan tidak lagi on-fire.Karena bisa jadi, fenomena berburu ‘baju baru’ di hari-hari terakhir ramadhan adalah indikator bahwa madrasah ramadhanbelum diikuti secara sempurna sesuai Standar Operasional Prosedur yang telah ditentukan. Yang akhirnya, tujuan ‘takwa’ belum bisa dipenuhi oleh setiap alumninya.Padahal, tujuan dari madrasah ramadhan adalah membentuk individu bertakwa yang selanjutnya membangun ‘masyarakat takwa’.

Pakaian Takwa
Takwa secara bahasa dari kata waqa-yaqi-wiqaayatan, yang artinya ‘pelindung atau penghalang’. Karena takwa melindungi dan menghalangi pemiliknya dari api neraka. Dan pelindung itu ada dua. Melaksanakan perintah Allah, dan menjauhi segala larangannya. Takwa juga memiliki keterkaitan dengan kata qawa-yaqwi-quwwatan yang artinya kekuatan. Karena takwa adalah kekuatan yang muncul dalam hati untuk mendorong manusia bangkit dari tempat tidurnya memenuhi panggilan adzan subuh. Dan takwa pula yang mendorong manusia untuk meninggalkan seteguk khamr yang sudah berada diujung bibir.

Takwa terletak di hati. Kata Nabi shallallahu alaihi wasallam, “at-Takwa haa hunaa”, takwa itu disini (sambil memegang dada beliau). Takwa bukan terlihat dari tingginya pundak saat shalat. Atau letihnya badan saat puasa. Akan tetapi takwa adalah apa yang mengakar dalam dada dan dibenarkan dengan amal, kata Hasan al-Bashri.

Kita memahami sebagai seorang muslim bahwa setiap sesuatu hendaknya diukur tidak hanya dari kaca mata fisik. Akan tetapi melampaui apa yang berada di balik dari hal-hal fisik.Kita mengukur kebenaran dan kebaikan berdasarkan standar yang tepat terhadapnya. Karena ilmu seorang muslim melingkupi hal-hal fisik, metafisik, dan hal ghaib.

Seseorang yang melihat kehidupan tidaklah hanya dinilai dari hal-hal materi, akan tetapi nilai non-materinya-lah yang menentukan bagaimana ia seharusnya disikapi. Prof. Hamka pernah menulis bahwa, “sepuluh ekor kerbau pedati yang sama besar, berat dan kuatnya akan sama harganya. Akan tetapi sepuluh orang manusia, yang sama besar, berat, dan kuatnya akan berbeda harga dan kualitasnya”. Karena yang menentukan kualitas diri seseorang bukan pada hal-hal nampak saja, akan tetapi apa yang ada dalam hatinya. Di situlah takwa berfungsi mengurut derajat manusia.

Seorang muslim juga akan selalu mengaitkan hal-hal fisik dengan hal-hal metafisik atau ghaib. Penilaiannya bukan hanya pada apa yang nampak. Karena ilmu berasal dari indera, akal dan wahyu. Seperti itulah insan ulil albab.

Pakaian, bagi seorang muslim bukan hanya pakaian tubuh, akan tetapi juga pakaian ruhani. Dan keduanya saling melengkapi.Baju Baru di hari lebaran, tidak ada ketentuan akan bentuk, motif dan warnanya. Setiap muslim bebas memilih sesuai pandangan yang menurut mereka indah dan pantas. Yang penting adalah batasnya sesuai pada apa yang disebutkan oleh syariat, seperti: bagi laki menutup aurat dari pusar hingga lutut, bagi wanita seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan, tidak memperlihatkan lekuk tubuh, tidak tipis sehingga transparan dan memperlihatkan warna kulit, bukan terbuat dari sutera atau emas bagi laki-laki, tidak meniru pakaian yang menjadi ciri khas orang kafir dan bukan merupakan pakaian syuhrah (pakaian kemasyhuran) yang menyelisihi kebiasaan (‘urf) masyarakat setempat dan mengundang pergunjingan atau buah bibir banyak orang, baik yang terlalu mewah, maupun yang terlalu jelek yang dikenakan sengaja untuk terkenal.

Pakaian adalah salah satu nikmat Allah, dalam QS. Al-A’raf: 26 Allah berfirman,
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa pakaian adalah diantara karunia Allah yang berfungsi sebagai penutup aurat, melindungi dari dingin, panas, debu dan melindungi diri dalam pertempuran (baju besi).
...dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (QS. An-Nahl: 81)
Karena seorang muslim tidak hanya mengukur ‘keindahan’ pada apa yang tampak, maka ada pakaian yang membalut tubuh, terlihat secara dzhahir dan ada pula pakaian yang membalut unsur ruhani.

Seorang muslim dibolehkan memperhatikan keindahan yang nampak pada tubuhnya. Tapi jauh lebih penting dari itu adalah apa yang menutup ruhaninya. Dalam ayat di atas, islam juga menjelaskan bahwa pakaian yang terbaik dikenakan bagi ruhani adalah pakaian takwa.Bahkan pakaian itu sesungguhnya jauh lebih baik.

Dalam tafsir as-Sa’di, disebutkan bahwa pakaian ketakwaan itu lebih baik, sebab pakaian takwa tidak akan lusuh dan hancur, sehingga akan meperindah hati dan ruhnya. Adapaun pakaian tubuh, paling bermanfaat tatkala digunakan untuk menutup aurat yang tampak pada waktu tertentu atau menjadi perhiasan bagi manusia, tidak ada manfaat selain itu. Adapun seseorang yang tidak memiliki pakaian ketakwaan, aurat batinnya akan tersingkap sehingga ia akan mendapatkan kehinaan dan keburukan.

Apa itu pakaian takwa? Ibnul Anbari menyatakan “pakaian takwa adalah rasa malu”. Ibnu Abbas menyebutkannya sebagai amalan shalih. Urwah Bin Zubair menyebutkan sebagai ‘rasa takut kepada Allah’, sementara Abdurrahman bin Zaid Bin Aslam berkata bahwa pakaian takwa adalah takwa itu sendiri kemudian beramal dengan menutup auratnya.

Di hari lebaran, banyak umat muslim yang mengenakan pakaian baru. Baju, celana, sandal, atau mungkin kerudung yang baru. Semua itu tentu bukanlah larangan, karena Allah sendiri menyukai kebersihan dan keindahan. Hanya saja tidak cukup sampai di situ. Sebab ramadhan sepatutnya menjadi mesin fabrikasi yang menganyam pakaian terbaik kita. Pakaian yang akan kita pakai 11 bulan setelahnya. Pakaian yang ditenun benangnya dari qiyaam, kainnya dari shiyaam.Serta modalnya dari zakat fitrah. Motifnya adalah tilawah al-Qur’an. Bagaimana hasilnya ?. Sesuai kualitas benang, kain, modal dan motifnya.Dan itulah pakaian terbaik yang tak akan lusuh. Pakaian yang akan dipakai di hadapan Tuhan di hari perhitungan.

Dengan demikian, sebaik-baik baju di hari lebaran adalah baju takwa, sebaik-baik celana adalah celana takwa, sebaik-baik sandal adalah sandal takwa, dan sebaik-baik kerudung adalah kerudung takwa. Dan di atas semua itu, sebaik-baik pakaian adalah takwa.Wallohu a’lam bi as-Shawaab.


*Mahasiswa Program Kaderisasi 1000 Ulama DDII-BAZNAS pada FPs Prodi Pendidikan Islam UIKA Bogor
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dibolehkan menyebarkan konten website ini tanpa perlu izin dengan tetap menyertakan sumbernya. Tim al-Balagh Media