
Berkurban atau dalam istilah syariat dikenal dengan udhiyah, Secara bahasa al-Udhhiyah berasal dari kata dhuhâ yang artinya pagi, dinamakan demikian karena Nabî yang mulia Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam biasa menyembelih hewan pada waktu dhuhâ. Menurut Syaikh ’Abdul ’Azhim Badawi dalam al-Wajîz fî Fiqhis Sunnah, maknanya adalah : “Hewan ternak yang disembelih pada hari nahar (kurban) dan hari-hari tasyrik dengan tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’âlâ.” Di dalam al-Mausu’ah al-Fiqhîyah, dikatakan : “Hewan yang disembelih dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’âlâ pada hari nahar dengan syarat-syarat yang khusus. Tidaklah termasuk udhhîyah hewan yang disembelih tidak untuk tujuan taqorrub kepada Allah Ta’âlâ, seperti hewan sembelihan yang disembelih untuk dijual, atau dimakan, ataupun untuk memuliakan tamu. Dan tidak termasuk udhh îyah pula hewan yang disembelih selain pada hari-hari ini (yaitu hari nahar dan tasyrîq) walaupun disembelih dengan tujuan taqorrub kepada Allah Ta’âlâ.”
Berkurban dalam islam sangatlah ditekankan, hingga Rasulullah bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu dia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat sholat kami.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)
Kurban adalah syariat warisan dari Nabi Ibrahim As. Dalam sebuah hadits, Zaid ibn Arqam, Ia berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah qurban itu?”, Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunahnya Bapak kalian, nabi Ibrahim as.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)
Ibadah qurban mempunyai nilai ketauhidan yang sangat kental, dimana Nabi Ibrahim alaihi salam dengan mengorbankan anak satu-satunya yang amat dicintainya mengajarkan umat manusia sikap bertauhid yang sesuangguhnya, Beliau membebaskan dirinya dari penghambaan kepada materi menuju penghambaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Jika seseorang telah terbiasa melakukan ibadah qurban dan mengetahui makna sebenarnya maka hatinya akan merasa lebih tentram dan nikmat dalam menjalankannya.
Atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, Nabi Ibrahim dikaruniai seorang putra yang bernama Isma’il. Kehadiran putra yang didam-idamkan oleh beliau sehingga Ia lupa akan janjinya yang telah disebutkan diatas, Nabi Ibrahim pun ditegur oleh Allah dengan mimpi-mimpinya berulang kali yaitu untuk menyembelih putra tercintanya Isma’il alaihi salam.
Sewaktu Nabi Ibrahim menyakini mimpi itu bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Ia segera menyampaikan kepada putranya Isma’il alaihi salam bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkannya untuk menyembelih Isma’il as. Jiwa kesalehan Isma’il pun diuji untuk berbakti kepada Rob-nya, Isma’il pun menurutinya. Tatkala pisau tajam yang dipersiapkan Nabi Ibrahim as akan menghunus leher Isma’il, Allah Subhanahu wa Ta’ala melaui malaikat Jibril menggantikan Isma’il dengan seekor gibas. Gibas yang disembelih dan Isma’il selamat dari proses penyembelihan itu.
Dengan contoh yang ditunjukkan oleh nabi Ibrahim alaihi salam dan isma’il itu agar setiap Muslim jangan sampai terpenjara oleh kecintaan kepada dunia (harta dan kedudukan) secara berlebihan dan membawa dirinya lupa kepada hakikat dan tujuan hidupnya yang sejati yaitu memperoleh keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibadah qurban merupakan refleksi yang dalam atas pentingnya pengorbanan dalam ibadah. Bahwa diantara ibadah yang terbaik adalah yang paling baik dari apa yang kita miliki. Dalil QS. Ali-Imran: 92 disebutkan,
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Artinya bahwa sesungguhnya ibadah yang terbaik di sisi Allah adalah ibadah yang memiliki tingkat pengorbanan yang tinggi. Dan sebelumnya terlah dibuktikan oleh Nabi Ibrahim alaihi salam. Dalam berkurban, yang dipotong adalah hewan yang terbaik, tidak cacat, kurus dan berpenyakit. Darahnya dialirkan sebagai refleksi penyembelihan sifat-sifat hewaniyah yang kita miliki. Ibadah Qurban memiliki hikmah dan mengajarkan umat muslim diantaranya agar,
Menjaga Fitrah agar tetap Suci,
Dalam al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan” (QS. Asy-Syam (91):8). Bahwa seseorang tidak akan pernah sampai kepada ketaqwaan dan tidak akan memperoleh keimanan yang sejati, bila kecintaannya kepada dunia mengalahkan kecintaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Menguji Tingkat Ketaqwaan,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman: “……..adapun orang yang beriman, maka ia akan sangat cinta kepada Allah…”QS Albaqarah (2):165. Jadi, Qurban yang makna dasarnya persembahan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu merupakan upaya untuk menggapai kasih sayang-Nya.
Memotivasi diri untuk memiliki harta dengan berkeja keras.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengecam umatnya yang telah mampu berqurban, tetapi enggan untuk menunaikannya, hal ini tergambar dalam sabdanya: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu dia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat sholat kami.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah).
Berjiwa Sosial untuk berbagi dengan sesama.
Dengan Syariat Qurban ini, kaum muslimin dilatih untuk meningkatkan rasa kemanusiaannya, mengasah kepekaannya dan menghidupkan hati nuraninya. Setiap muslim harus memiliki rasa perhatian, kepedulian, solidaritas, dan persaudaraan antara sesama. Sebab islam bukan hanya ibadah ritual. Namun islam mengandung ibadah berdimensi sosial. Itulah sebabnya kita sering mendapati bagaimana Allah selalu menyandingkan Perintah Shalat dengan Zakat. Aqimuu as-Shalata wa aatuu az-Zakaata.
Dalam memotong hewan kurban, disyariatkan menggunakan Ketika menyembelih hewan kurban, maka hendaknya dilakukan dengan tenang dan tidak menyiksa hewan kurban. Alat untuk menyembelih hendaknya yang tajam. Tidak menggunakan alat yang tumpul seperti tulang atau besi yang berkarat. Hal itu agar, hewan qurban tidak tersiksa ketika merasakan sembelihan di lehernya. Begitu pula disyariatkan untuk menyebut nama Allah ketika menyembelih, Menghadap kiblat, Memotong tengorokan, kerongkongan dan dua urat lehernya waktu bersamaan agar segera mati dan tidak tersiksa. Selain itu disyariatkan pula Menenangkan hewan kurban dan tidak membuatnya takut atau tersiksa. Hendaknya penyembelihannya dijauhkan dari hewan yang lain, agar bisa menenangkan hewan yang lain yang akan dikurbankan.
Dari situ kita bisa melihat bahwa syariat qurban mengajarkan tentang bagaimana adab kaum muslim dalam menyembelih. Namun, lebih dari itu, kaum muslim diajarkan bukan sekedar berani memotong leher hewan qurbannya. Dalam dimensi yang lain, ibadah qurban mengajarkan agar berani memotong hal yang lain untuk dipersembahkan kepada Allah Swt. Kita diajarkan agr berani memotong waktu kerja kita untuk ibadah. Memotong waktu tidur kita untuk shalat tahajjud, serta memotong anggaran belanja kita untuk diinfakkan di jalan Allah. (Wallohu a’lam bi as-Shawab).[]
Oleh: Syamsuar Hamka, S.Pd.