![]() |
Pohon Maulid yang Mirip dengan Pohon Natal |
alBalaghMedia.com-- Setiap tahun di bulan Rabiul awal,
tepatnya tanggal 12 di bulan ini, sebagian dari umat Islam merayakan
hari maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan berbagai macam
bentuk dan ragamnya, dari yang merayakan secara sederhana di
masjid-masjid diselingi dengan ceramah tentang perjalanan hidup
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sampai yang merayakannya dengan
penuh semarak, berisikan rangkaian acara yang menyita waktu, tenaga dan
dana yang tidak sedikit.
Tapi, tahukah kita dari mana perayaan
maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam berasal? Siapakah yang pertama
kali merayakannya dan kapan itu terjadi? Apakah hal ini telah ada sejak
zaman Rasulullah, ataukah zaman Abu bakar, Umar bin Khattab, Utsaman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib?
Sejarah tidak mencatat bahwa perayaan
maulid pernah dilaksanakan pada masa Rasulullah hidup, dan juga tidak
ada pada zaman alkhulafa’ arrasyidin, Abu Bakar ash shiddiq, Umar bin
Khattab, Utsaman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, padahal mereka adalah
orang yang paling cinta pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
bahkan sejarah tidak menyaksikan perayaan ini di masa-masa awal Islam,
baik pada masa sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, Tabi’in dan
generasi pengikut Tabi’in, masa di mana hidup para ulama-ulama mazhab
ternama, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad. Padahal mereka
adalah generasi yang paling paham dengan sunnah-sunnah Nabi shallallahu
alaihi wasallam, sangat antusias dalam mengamalkan dan menyebarkannya
baik lisan maupun tulisan, merekalah generasi yang dikatakan oleh
Rasulullah sebagai generasi terbaik. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat)
kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian generasi berikutnya (
tabiu’t tabi’in )” (HR. Bukhari&Muslim).
Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam
pertama kali dirayakan setelah generasi terbaik Islam, yaitu pada abad
keempat hijiriyah, di zaman dinasti Fathimiyah berkuasa di Mesir. Hal ini dinyatakan oleh seorang pakar sejarah dinasti Fathimiyah,
Taqiyuddin al Muqrizy (wafat 845 H), beliau berasal dari Kairo dan
tinggal di sana, beliau berkata: “Adalah para khalifah (pemimpin)
dinasti Fathimiyyah di sepanjang tahun memiliki hari-hari raya
dan hari-hari besar (yang mereka rayakan), yaitu: hari Raya tahun baru,
hari raya Asyura`, hari raya maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam,
hari ulang tahun Ali ibn Abi Thalib, ulang tahun Hasan dan Husain, ulang
tahun Fathimah, ulang tahun Khalifah yang sedang berkuasa, malam awal
Rajab, malam nishfu Rajab, malam awal Sya’ban, malam nishfu Sya’ban,
malam Ramadhan, awal Ramadhan, tengah Ramadhan, malam khataman, hari
raya Idul Fitri, hari raya Kurban, hari raya Ghadir, Kiswah as-Syita`
(pakaian musim hujan), Kiswah as-Shaif (pakaian musim panas), hari besar
penaklukan Teluk, hari raya Nairuz (tahun Baru Persia), hari raya
al-Ghuthas, hari ulang tahun, hari raya Khamis al-Adas (perayaan 3 hari
sebelum hari paskah umat Nasrani), dan hari-hari Rukubat”([1]).
Dalam keterangan lain beliau berkata: “Pada bulan Rabiul Awal (yakni
pada tahun 394 H) manusia dipaksa untuk menyalakan kendil-kendil (lampu)
di malam hari di rumah-rumah, jalan-jalan dan gang-gang di Mesir”([2]).
Perayaan maulid ini terus berlangsung
pada masa pemerintahan Fathimiyah sampai pertengahan abad keenam
hijriyah di saat runtuhnya dinasti Fathimiyah di tangan Salahuddin al
Ayyubi.
Perayaan maulid Nabi shallallahu alaihi
wa sallam kembali dirayakan dengan semarak oleh Raja Mudzaffaruddin, yang
diangkat oleh Shalahuddin al Ayyubi menjadi raja Irbil pada tahun 580 H
dan juga ipar dari Salahuddin al Ayyubi. As Suyuthi berkata: “Orang
yang pertama kali melakukan hal itu (merayakan maulid Nabi shallallahu
alaihi wasallampent) penguasa Irbil, raja al Mudzhaffar Abu Said kukburi bin Zainuddin Ali bin baktakin”([3]).
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa perayaan maulid di masa raja al
Mudzhaffar sangat semarak, dengan berbagai bentuk makanan dan
menghadirkan tokoh-tokoh sufi lalu bersama mereka mendengarkan
irama-irama musik dari waktu dhuhur sampai subuh, perayaan tersebut
sampai menghabiskan dana 300 ribu dinar([4]).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
yang pertama kali memunculkan perayaan maulid Nabi shallallahu alaihi
wasallam adalah dari kalangan pemimpin dinasti Fathimiyah di Mesir.
Lalu, siapakah mereka? Mereka adalah
keturunan Bani Ubaid al Qaddah, yang menamakan diri mereka dengan nama
Fathimi, mereka mengklaim bahwa nasab mereka berasal dari salah seorang
anak Ali bin Abi Thalib, yaitu Aqil. Namun klaim ini dibantah oleh para
ulama dan pakar sejarah. Kakek mereka Ibnu Daishan al Qaddah, salah
seorang pendiri paham bathiniyah yang merupakan paham sesat dan kufur,
sebagaimana yang dikatakan oleh al Qadhi al Baqillani: “mereka adalah
kelompok yang menampakkan paham rafidhah (syi’ah) secara lahiriyah dan
menyembunyikan kekufuran tulen”([5]).
Mereka merayakan maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam bukan karena
cinta kepada beliau dan keluarganya, tetapi untuk mengelabui orang-orang
awam agar mendapat legitimasi atas klaimnya bahwa mereka adalah
keturuan Ali bin Abi Thalib dan secara tersembunyi menjalankan misinya
untuk merusak Islam dengan menyusupkan ke dalam ajaran Islam pemahaman
dan amalan yang tidak berasal dari Islam.
Wallahu Ta’ala a’lam.
[1]. Almawa’idzh wal i’tibar (1/490)
[2]. Itti’azhul hunafa` (2/48)
[3]. lihat albida’ alhauliyah hal.148.
[4]. lihat albidayah wa annihayah (13/131)
[5]. lihat al bida’ alhauliyah hal 141.
(MarkazInayah.com/albalaghmedia.com)