Senin, 06 April 2015

Nasib Nelayan Palestina, Ditembaki Zionis Saat Mencari Nafkah



(Artikel ini ditulis oleh Patrick O. Strickland, seorang jurnalis independen dan kontributor Electronic Intifada)

GAZA, Senin (Electronic Intifada): Ratusan pelayat berkumpul di luar rumah sakit al-Shifa untuk memprotes pembunuhan nelayan berusia 34 tahun, Tawfiq Abu Reyaleh yang ditembak oleh angkatan laut Zionis beberapa jam sebelumnya.

Reyaleh dan teman sekapalnya diserang oleh Zionis pada 7 Maret lalu. Pasukan Zionis menembaki kapal saat mereka berlayar di dalam batas enam mil laut yang diberlakukan Zionis terhadap kapal-kapal Palestina di laut Gaza. Abu Reyaleh tinggal bersama istri dan empat anaknya di sebelah utara Gaza.

“Kami hanya ingin seperti para nelayan pada umumnya,” ungkap sepupunya, Emad al-Sayeed Abu Reyala, kepada Electronic Intifada. “Kami tidak meminta banyak; hanya hak-hak dasar. Hak-hak kami tak dilindungi. Tidak dilindungi oleh dunia, tidak pula oleh negara-negara Arab. Nasib kami ada di tangan Tuhan.”

“Sepupu saya bukanlah nelayan pertama yang ditembak oleh Zionis dan dia tidak akan menjadi korban terakhir. Tidak ada nelayan di Gaza yang tidak menjadi sasaran tembak,” kata Emad. Ia juga bercerita bahwa anaknya terluka ketika pasukan AL Zionis menembaknya Desember lalu. “Jika dunia memiliki hati nurani, maka itu akan menghentikan kejahatan,” katanya.

Sejak kesepakatan gencatan senjata mengakhiri pemboman intensif Zionis selama 51 hari terhadap Jalur Gaza Agustus lalu, para nelayan Palestina di Gaza hanya diperbolehkan memasuki area laut dalam jarak enam mil. Padahal, berdasarkan Perjanjian Oslo 1993, para nelayan harus diperbolehkan melaut hingga 21 mil laut di lepas pantai. Siapapun yang mendekati garis batas akan ditangkap atau ditembak oleh pasukan AL Zionis. Zionis menerapkan batasan yang sangat ketat terhadap para nelayan Palestina.

Menurut kelompok HAM ‘Israel’ B’Tselem, “Dari tahun ke tahun, militer Zionis secara bertahap mengurangi jarak yang telah ditentukan. Dengan kejam mereka merusak mata pencaharian ribuan keluarga, serta ketersediaan kebutuhan dasar dan makanan yang murah di pasar, yang menghidangkan sumber nutrisi penting.”

Abdelmuti Ibrahim al-Habil telah mencari ikan di pantai Jalur Gaza lebih dari seperempat abad. “Saya mulai bekerja sebagai nelayan dengan ayah saya ketika berusia 15 tahun,” katanya. Kelima anaknya yang berusia 20 tahunan kini bekerja dengannya sebagai nelayan. Saat ditemui Electronic Intifada, ia sedang berdiri di tepi laut dekat pelabuhan kota Gaza. Para nelayan lainnya sedang memperbaiki mesin kapal yang mogok di belakang mereka.

Setelah beberapa menit, akhirnya mesin menyala. Mereka bertepuk tangan dan tertawa. “Mereka memperbaiki kapal selama enam minggu,” kata al-Habil. Menurut dia, kapal itu nyaris hancur ketika pasukan AL Zionis menembakinya hingga tenggelam pada 26 Januari lalu.

Sama seperti semua nelayan di Gaza, al-Habil telah lama menderita akibat berbagai pembatasan dan serangan yang dilakukan Zionis. Namun, ia tidak pernah membayangkan bahwa pasukan Zionis akan bertindak hingga menenggelamkan kapal. “Mereka menangkap kelima anak saya,” katanya. Menurut dia, mereka dibawa ke Ashdod, kota pelabuhan di selatan ‘Israel’. “Selama dua hari, kami tak tahu di mana mereka. Kami tidak tahu apakah mereka mati ketika kapal tenggelam.” Setelah intelijen Zionis dan pejabat militer menginterogasi mereka selama 48 jam, anak-anak al-Habil dilepaskan di perlintasan Erez antara Gaza dan ‘Israel’.

Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), pasukan Zionis menembakkan amunisi tajam ke arah nelayan-nelayan Palestina setidaknya 17 kali pada 27 Januari dan 9 Februari.

Sebuah organisasi nirlaba dari Inggris mengungkap, pada pertengahan pertama tahun 2014, sebelum perang pada musim panas di Gaza, pasukan AL Zionis menembak para nelayan Palestina di zona enam mil laut setidaknya 177 kali. Jumlah tersebut hampir sebanyak sepanjang tahun 2013.

Hajj Rajab, 81, telah melaut sejak remaja. “Ayah mengajari saya mencari ikan. Saya mengajari anak-anak dan cucu saya untuk tidak mengikuti jejak saya. Saya telah bekerja di sini selama beberapa tahun,” katanya. “Dulu ini pekerjaan bagus. Sekarang tidak lagi.”

Rajab menjelaskan bahwa lusinan kawasan penyimpanan barang para nelayan, termasuk miliknya, musim panas lalu menjadi sasaran tembak Zionis. “Mereka menghancurkan segalanya,” katanya. “Mereka menghancurkan kami, para nelayan.” Meski begitu, ia terus melaut setiap hari. “Tidak ada pilihan lain bagi para nelayan. Kebanyakan dari kami telah melakukan ini (menjadi nelayan-red) sepanjang hidup kami.”

Dampak ekonomi akibat pembatasan Zionis berakibat buruk bagi para nelayan. “Mereka hanya membolehkan kami menjangkau enam mil laut, bahkan terkadang hanya tiga mil,” ungkap Mahmoud al-Hissi, seorang ayah berusia 20 tahun. “Setelah enam mil, terdapat batu karang di dasar laut – di situlah ikan berada,” kata al-Hissi. “Seharusnya kami bisa melaut dan memancing ikan pagi hari dan mendapatkan uang, alih-alih melaut selama 24 jam dan nyaris mendapat hasil yang tak sepadan.”

Ibaratnya, para nelayan bekerja untuk seporsi tangkapan, yang mereka jual di pasar usai kembali ke darat. Al-Hissi menjelaskan, “Saya terkadang bekerja 24 jam dan hanya mendapat laba 75 shekel (sekitar $19). Akan tetapi, belakangan ini pendapatan kami malah kurang karena tak ada ikan.”

Ahmad al-Hissi, sepupu Mahmoud, menjelaskan bahwa mencari ikan menjadi profesi berbahaya beberapa tahun belakangan ini. “Jika kami berada sekitar satu kilometer dari tanda enam mil, maka kami baik-baik saja,” katanya. “Tapi jika kami mendekat, AL Zionis akan menyebabkan masalah bagi kami.”

Shukri, teman sekapal Ahmad dan Mahmoud, mengatakan bahwa mereka akan mampu mencari nafkah dengan layak jika mereka tidak dibatasi atas sedikit atau banyak jarak mencari ikan. “Jika kami bisa melaut sejauh sembilan mil laut, kami bisa kaya,” katanya.* (Electronic Intifada | Sahabat Al-Aqsha)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita

Kajian

Koreksi

Kisah

Muslimah

Khazanah

Catatan Kecil

Opini

Dari Ummat

Dibolehkan menyebarkan konten website ini tanpa perlu izin dengan tetap menyertakan sumbernya. Tim al-Balagh Media